QnA with Ardian Arda: A Teacher Librarian

Dwi C Prasetyo
7 min readApr 13, 2018

--

Sosoknya ramah, tenang, dan murah senyum. Setidaknya itulah gambaran seorang Ardian Arda yang terakhir saya temui beberapa tahun lalu. Dia adalah senior saya di kampus ketika saya menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sebenernya sih Ciputat, tapi yaudalah ya-).

Sapaan akrab saya dan teman-teman kepada beliau adalah ‘Babeh’, entah karena sosoknya yang kebapakan (padahal belum nikah, eh..) tapi yang jelas dia adalah salah satu sosok yang dihormati di jajaran senior saya kuliah S1. Sosoknya yang pertama terlintas di pikiran saya ketika mendapat tugas dari studi magister saya sekarang untuk melakukan interview seseorang yang aktif di dunia literasi. Dia merupakan demissioner presiden pertama Ikatan Alumni Jurusan Ilmu Perpustakaan — IKAJIP UIN Jakarta. Selain itu babeh juga aktif di berbagai gerakan sosial, salah satunya adalah Rotary Club Jakarta Batavia.

Saya hanya beberapa kali bersalam sapa via sosial media dengan babeh Ardian. Dalam beberapa postingannya sering diisi kegiatan dengan anak-anak di perpustakaan. Banyak sekali kegiatan seperti membaca dongeng, membuat benda-benda kreatif, hingga nonton wayang. Seru sekali.

Setelah sedikit saya telusuri (bahasa lainnya kepo — tapi masih dalam hal positif lho ya) babeh Arda sekarang berkerja di Sekolah Cikal Serpong — Tangerang, sebagai seorang Pustakawan-Guru atau Teacher-Librarian. Buat kawan pustaka yang belum tahu, Sekolah Cikal adalah sekolah yang digagas oleh Najelaa Shihab. Beliau adalah putri dari bapak Quraish Shihab dan kakak dari presenter tv, Najwa Shihab.

Saya beruntung disela-sela kesibukannya, babeh Ardian bersedia untuk saya hubungi via aplikasi chat ‘whatsapp’. Seperti biasa sapaan akrabnya masih terasa ketika saya mengucapkan salam untuknya. Hingga saya mengajukan diri untuk melakukan interview, dan dijawab dengan santai olehnya: “boleh yo.. Siap..”. Karena percakapan ini diantara dua orang yang akrab (setidaknya begitu perasaan saya), maaf kalau tulisan wawancara ini kurang begitu formal bahasanya. Berikut kutipan hasil interview saya bersama babeh Ardian Arda:

__

Q: Pertama. kalo boleh tau, cerita dong sedikit tentang ‘Sekolah Cikal Serpong’ itu seperti apa?

A: Sekolah Cikal Serpong bagian dari jaringan Sekolah Cikal. Level pendidikannya saat ini dari Reception (Taman Kanak-kanak) sampai Primary Kelas 4. Terus Middle School dari kelas 5 sampai Kelas 8. Selain itu Sekolah Cikal Serpong juga memiliki Rumah Main Cikal Serpong, yakni early childhood program bagi anak usia minimal 2 tahun sampai jenjang sebelum masuk Taman kanak-kanak. Jadi Sekolah ini berfokus kepada pendidikan anak-anak dan memiliki kurikulum sendiri, berbeda dengan sekolah yang biasa kita kenal.

Q: Jadi Sekolah Cikal itu termasuk sekolah Internasional ?

A: Enggak kok, ini tetap sekolah nasional walaupun sekolah ini dapat akreditasi dari salah satu lembaga akreditasi internasional — International Baccaulaureate (IB). Lembaga tersebut menyatakan kalau sekolah ini bisa berkompetisi secara global, dan kami juga mengembangkan kurikulum sendiri. Namun siswa kami tetap mengikuti Ujian Nasional.

Q: Sebagai seorang teacher librarian di Sekolah Cikal Serpong itu seperti apa sih beh?

A: Ya gue tetap mengerjakan program kerja perpustakaan seperti mengelola administrasi perpustakaan (pengadaan, pengolahan, sirkulasi dan kerjasama), tapi juga melakukan support tentang edukasi, jika ada yang kelas yang membutuhkan (seperti mendongeng, sharing dsb) kita akan membantu guru mata pelajaran tersebut. Pada dasarnya masih sebagai support untuk mata-mata pelajaran yang ada. Jadi ketika guru butuh dari librarian mengenai cerita atau apa, kita baru turun (by request).

Q: Berarti harus ada kerjasama dengan guru mata pelajaran di kelas dong, nah itu seperti apa prosesnya?

A: Tentu. Yang pertama kita lakukan brainstorming dulu dengan guru disana. Merumuskan gimana baiknya, tentang ide-ide yang kira-kira diterima sama anak-anak. Karena tetap enggak mudah buat berkomunikasi sama mereka (anak-anak), jadi kita perlu kesabaran dan kejelian lebih. Kadang dalam hasil brainstorming itu juga sering ide gue diterima sama gurunya. Misalnya ketika belajar tentang cerita rakyat indonesia, gue ajuin untuk mengajak anak-anak belajar dengan mediawayang beber agar mereka tahu juga mengenai alat peraga dongeng di indonesia. Alhamdulillah ide tersebut diterima, dan respon anak-anak sangat luar biasa. Jadi ya kita sama-sama (pustakawan dan guru) merumuskan yang terbaik untuk anak-anak tersebut.

Q: Wah, berarti enggak mudah dong untuk bisa langsung ‘intouch’ dengan anak-anak?

A: Setahun pertama disini, gue banyak observasi dulu. Pas kegiatan library visit, gue hanya diam di meja sirkulasi. Gue banyak belajar terus bagaimana guru-guru melakukan kesepakatan bersama sama anak-anak, cara mereka menyampaikan mata pelajaran dan mesntimulasi anak anak. Sering brainstorming dengan guru-guru tentang ‘how become teacher’, bagaimana melakukan pendekatan dengan anak-anak dll. Buat gue hal ini penting, walaupun udah gak kuliah lagi, berani untuk belajar tetap penting karena selalu hal baru yang kita temui. Apalagi pengalaman gue selama 6 tahun sebelumnya bukan sebagai pustakawan sekolah.

Q: Jadi setelah proses itu, gimana akhirnya bisa seperti sekarang?

A: Ya setelah beragam observasi dan belajar itu gue akhirnya berani buat deka dengan mereka (anak-anak) alhamdulillah sampai sekarang respon mereka luar biasa. Biasanya sebelum library visit atau di kunjungan pertama mereka ke perpustakaan, kita ajak mereka untuk duduk bersama membuat Essential Aggrement. Sama-sama membuat kesepakatan tentang beberapa hal, misalnya hal-hal apa saja yang boleh dan tidak dilakukan di perpustakaan. lalu kita meminta anak-anak mencari konsekuensi sendiri jika melanggar, terserah mereka untuk memilih konsekuensi. Hal ini sangat penting, karena menanamkan rasa percaya diri untuk bertanggung jawab merupakan bekal penting mereka di masa depan.

Q: Bagaimana dengan kegiatan-kegiatan kreativitas anak-anak di perpustakaan?

A: Baru-baru ini kita mengadakan makespace, satu program mengajak anak-anak untuk berkreasi bebas di perpustakaan. Makespace merupakan program baru tahun ini, kita memiliki banyak bahan daur ulang yang bisa digunakan anak-anak untuk men-create sesuatu. Contohnya robot dari kardus, greeting card, undangan untuk assembly dan semacamnya. Semua ini dilakukan untuk menstimulus daya kreatif anak anak.

Q: Selain harus berhadapan dengan anak-anak yang tentu sangat aktif, apa tantangan yang ada sebagai seorang teacher librarian di Sekolah Cikal Serpong?

A: Tantangan lain yang ada, ya karena gue masih sendiri sebagai librarian disini dan ruangan lumayan cukup besar (Perpustakaannya ada dua lantai) jadi perlu semangat dan kesabaran lebih untuk tetap mengelola perpustakaannya. Selain itu tantangan berikutnya karena di Sekolah Cikal ini memiliki kurikulum sendiri, jadi setiap tenaga akademis (guru-librarian dll) disini harus dapat mengimpelemntasikan Cikal 5 Stars Competencies berikut 14 Dimensionnya kepada anak-anak. Untuk itu setiap tenaga akademik dan karyawan diberikan Self-Directed Performance Direction (SPD). Jadi dalam SPD itu kita ditantang untuk aktif mengikuti training, berinovasi, sharing our best practices, berhubungan dengan teman kerja juga dihitung, inovasi, dan impelemntasinya. Sehingga gak cuma anak-anak yang belajar tapi kita juga.

Q: Terkait literasinya sendiri, perpustakaan Sekolah Cikal Serpong seperti apa implementasinya?

A: Sejauh ini, karena berfokus kepada pendidikan karakter anak fokus kami bukan literasi informasi, tapi lebih ke library skills dulu. Biasanya tentang bagaimana membuat anak-anak membadakan fiction sama non-fiction, Kemudian bagaimana kalo buku selesai dibaca, apa yang harus dilakukan jika mereka menemukan buku yang rusak dan lain sebagainya.

Di Sekolah Cikal Serpong, pengklasifikasian bahan pustaka tidak berdasarkan DDC, tapi menggunakan Reading Proficiency Level atau lebih tepatnya Reading Continuum. Jadi anak-anak meminjam buku dengan kadar dia sejauh mana membaca sesuai levelnya. Berikut modul reading continuum yang diacu sama Sekolah Cikal Serpong pakai. Karena sudah disusun berdasarkan reading level, jadi kelas-kelas sudah tahu raknya dimana.

Q: Nah, yang sekarang agak personal nih. Selama menjadi Teacher-Librarian di Sekolah Cikal Serpong pengalaman apa yang buat lu sedih dan bahagia ?

A: hmmm… tunggu gue mikir bentar. hehe..

Pengalaman sedihnya, karena gue masih belum ada partner, sedangkan sekolah tuntut kita terus berkembang, sangat kewalahan untuk pegang dua library sekaligus, karena perpustakkaannya dua lantai. Ya, jadi single fighter, tapi tuntutan banyak, meskipun gaji lumayan hehe..

Kalau pengalaman yang paling bahagia, ya saat dongeng menggunakan wayang beber kemarin. Karena gue dongeng ke anak-anak dari Pre-school dan kelas 4, feedback dan ekspresinya dari anak-anak itu luar biasa. Ada yang takjub, ada yang seneng. Ada kejadian yang lucu anak di Pre-school, karena setelah mengikuti kegiatan anak-anak diharuskan membuat jurnal bebas dalam bentuk gambar. Saat mengumpulkan gambar tersebut, ada anak-anak yang justru menggambar gue yang lagi cerita. haha.

Q: yang terakhir, karena profesi teacher-librarian di Indonesia ini belum begitu populer. Harapan lu sendiri terhadap profesi ini kedepannya di Indonesia bagaimana?

A: Secara internal dulu ya. Saat ini kita masih ingin merumuskan yang namanya Library Skills Curriculum, jadi kita punya panduan apa yang ingin perpustakaan-perpustakaan ajarkan setiap tahun kepada anak-anak. Untuk jangkauan yang besarnya lagi, setiap sekolah atau kemendiknas juga punya yang namanya Library Skills Currirculum. Mungkin saja rumusan yang kita buat dapat menjadi acuan untuk sekolah lain dan kemendiknas. Sehingga anak-anak di Indonesia paham tentang library skills dan pustakawan sekolah berperan disitu.

Q: Thank you beh atas kesediaannya diinterview kali ini, semoga ada kesempatan lain waktu untuk bertatap langsung.

A: Sama-sama yo, kalo ada yang kurang feel free to ask ya.

__

Sekian hasil wawancara dengan Ardian Arda, seorang teacher-librarian di Sekolah Cikal Serpong.

Teacher-librarian merupakan kajian yang sebenarnya sudah ada cukup lama dalam kajian akademis kepustakawanan di Indonesia. Sayangnya implementasi akan kehadirannya masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Kehadiran teacher-librarian di sekolah-sekolah tidak populer, pustakawan hanya dianggap sebagai penunggu ruang yang berisikan buku-buku berdebu, gelap dan pengap. Padahal kehadiran pustakawan dalam pedagogik informasi pada anak-anak Indonesia adalah hal yang sangat penting dan perlu.

Anak-anak di Sekolah Cikal Serpong beruntung ada dalam lingkungan akademis yang sangat mensupport mereka sejak dini, ada fasilitas belajar yang baik, ada perpustakaan yang apik, pustakawan yang ramah dan penuh inovasi. Namun coba bayangkan adik-adik siswa pelajar yang ada di pelosok daerah, jangankan pustakawan, ruang perpustakaan pun mungkin tak pernah ada dalam imajinasi mereka.

Dari babeh Ardian saya memahami bahwa kita akan selalu bertemu hal baru dan belajar tentang itu, dalam bentuk apapun dalam rupa apapun. Bagaimana dia melakukan observasi, kemudian bertanya kepada guru yang lain dan mencoba untuk melalukan sebaik mungkin. Seperti kata pepatah, “Never stop learning, because life never stops teaching.”

___

Tulisan ini ditulis oleh Dwi C Prasetyo, Pustakawan Universitas Muhammadiyah Pontianak dan sedang tugas belajar di Konsentrasi Ilmu Perpustakaan Jurusan Interdisciplinary Islamic Studies UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kawan pustaka dapat menyapa langsung melalui twitter dan instagram: @dwinucleo.

--

--

Dwi C Prasetyo

Full-time academic librarian, part-time lecturer. Library Director at Universitas Muhammadiyah Pontianak. Juventus and Italian football enthusiast.