Buku yang berubah dan mengubah dunia
Berikut adalah sebuah tulisan pendek — tepatnya pengantar — oleh Andrew Taylor, seorang penulis kebangsaan Inggris dalam bukunya ‘The Books that Changed The World’ atau Buku-buku yang Mengubah Dunia. Sudah bisa ditebak dari judulnya, buku ini berisi tentang 50 buku yang menurut Andrew yang dapat mengubah dunia. Namun, bukan isinya yang ingin saya tampilkan, tetapi pengantar dari buku ini yang cukup menarik. Andrew seolah mengupas tentang perjalanan ‘buku’ dalam lintasan sejarah kehidupan manusia. Uniknya di akhir pengantarnya ini, Andrew juga sedikit memandang tentang perubahan buku sekarang dan masa depan. Tentu ada beberapa penyesuaian yang saya tuliskan disini, semoga menginspirasi.
_____
Bagaimana kita mengubah dunia? Para pemimpin militer, seperti Genghis Khan atau Napoleon jelas telah berhasil mengubah sebagian besar dunia, walau pada umumnya tidak selanggeng seperti yang mereka harapkan; para ilmuwan yang merancang pengobatan dan vaksin memberikan perubahan yang lebih menyehatkan; pemikiran para pemimpin spiritual atau para filsuf dapat menyebar generasi ke generasi seperti api membara. Akan tetapi, bagaimana dengan buku?
Membaca buku pada umumnya adalah upaya membunuh waktu yang sederhana dan dilakukan sendirian: kegemaran membaca buku adalah antitesis sejati sebagai sikap lebih suka bertindak yang seolah mengguncangkan dunia dengan keras. Pena mungkin dapat menyombongkan diri lebih kuat daripada sebuah pedang, namun untuk jangka pendek pada umumnya pedang yang menang. Dan tepat seperti kata pepatah itu: dalam jangka pendek, penulis dapat ditekan, dipenjara, atau dieksekusi, ucapan mereka disensor, dan buku mereka dibakar, namun dalam arus sejarah yang panjang, adalah buku serta ide-ide yang dituangkan di dalamnya yang telah mengubah dunia.
Sejak lukisan gua pertama sekitar 30.000 tahun lalu, penyebarluasan pemikiran dan ide dari seorang ke orang lain, dari satu generasi ke generasi berikutnya, adalah kunci peradaban. Selama berabad-abad, hal ini hanya dapat dilakukan dengan menulis ulang satu naskah ke naskah berikutnya yang tentunya sangat tidak mudah, atau dengan cara menghafalkan naskah atau puisi yang panjang-karya Homer, misalnya, yang dapat bertahan lebih dari 200 tahun sebelum mulai dituangkan dalam bentuk tulisan. Kemudian muncul lah teknologi transformatif berupa percetakan, pertama-tama di dunia Timur dan selanjunya di dunia barat. Buku Sutra Berlian (Diamond Sutra), tulisan Buddha kuno yang dicetak di China tahun 686 SM, dianggap sebagai buku cetak tertua yang mampu bertahan, sebelum dicetak Gutenberg di Eropa enam abad kemudian. Dengan cetakan, para filsuf, teolog sejarawan, ilmuwan dan penyair dapat menyebarluaskan ide-ide mereka tentang hidup, tentang dunia, tentang keabadian dan kejadian saat ini, tentang bagaimana manusia berpikir dan berperilaku-kepada ratusan bahkan ribuan orang pada saat bersamaan.
Walhasil, mereka yang belum pernah mendengar tentang kartografer berkebangsaaan Flem bernama Mercator dari Rupelmonde masih tetap teringat dengan gambar dunia yang dibuatknya sekitar 400 tahun yang lalu; Odysseus, Don Quixote, dan Ebenezer Scroooge adalah karakter yang akrab bagi para anak-anak walau pada saat bersamaan nama-nama Homer, Cervantes dan Dickens tidak berarti apa-apa bagi mereka. Pasien di atas meja operasi mungkin tidak tahu tentang William Harvey, namun dia memiliki alasan yang tepat untuk berterima kasih kepada The Motion of The Heart and Blood; berkat penyunting First Folio karya Shakespeare maka masyarakat berbahasa Inggris yang belum pernah melihat dramanya tetap dapat menggambarkan diri sebagai ‘tongue-tied’ atau memberi tahu orang lain bahwa mereka ‘living in fool’s paradise’. Baik secara besar maupun kecil, buku menyebarluaskan pengaruhnya, bahkan di antara orang-orang yang tidak pernah membuka-buka halaman sekalipun.
Akan tetapi, buku yang mana? tidak banyak cara yang lebih baik untuk memulai berargumentasi ketimbang menyusun daftar, entah itu peringkat penyanyi opera terbaik, politikus paling berpengaruh, atau pemain sepakbola terhebat dan selama beberapa bulan ini saya yakin akan ada sebagian masyarakat yang ingin berkeras bahwa buku dan pengarang favorit mereka harus ada dalam daftar di buku ini.
Jawabannya adalah bahwa setap daftar yang dibuat bersifat subjektif. Ini adalah buku-buku yang — dengan caranya sendiri — telah mengubah dunia saya, namun juga adalah buku-buku ang saya percaya telah terbukti dapat mengubah dunia dan jutaan manusia dalam satu atau banyak hal; Bahkan sering kali buku-buku itu telah memperkaya pengalaman manusia. Kadang kala dampaknya bermanfaat atau sebaliknya, tergantung cara pandang masing-masing, termasuk buku-buku besar keagamaan.
Dahulu pada abad ke-9 terdapat beberapa kaum intelektual senior China menggerutu bahwa kemunculan percetakan akan mengakhiri masa kaligrafi dan manuskrip tulisan tangan. Dan saat ini semakin banyak memperkirakan bahwa bentuk buku seperti yang kita kenal saat ini akan segera punah. Wikipedia, ensiklopedia daring (online) yang ditulis dan diedit oleh para pembacanya, tanpa penulis atau penerbit tradisional, hidup dalam dunia maya, tanpa memerlukan rak buku; beberapa produsen mencoba untuk membuat layar elektronik portabel yang memungkinkan orang untuk membawa ratusan teks elektronik dalam saku mereka, tanpa perlu pusing dengan detail yang melelahkan, seperti membuka-buka lembar halaman. Kita lihat saja bagaimana akhirnya kelak.
Namun demikian, perubahan akan tiba, apapun itu, hanyalah mengenai bentuk penyajian tulisan. Kata-kata yang ingin kita abadikan, akan tetap bertahan, entah itu dalam bentuk buku cetak, direproduksi secara elektronik di layar kaca, ataupun tulisan tangan di atas gulungan kertas perkamen. Buku-buku ini telah mengubah masa kini atau masa lalu. Sebagian di antaranya akan terus mengubah masa depan, bergema, melalui media apapun juga, seratus tahun dari saat ini dan ratusan tahun kemudian.
____
Sumber:
Taylor, Andrew. Buku-buku yang mengubah dunia. terj. Damos S. Jakarta: Erlangga. 2011.