#anotasiku Penghancuran Buku dari Masa-ke-Masa oleh Fernando Baez (Part-1)

Dwi C Prasetyo
4 min readJun 6, 2022

--

Fernando Báez seorang penulis dan ilmuwan perpustakaan asal Venezuela. Beliau menulis buku yang berjudul asli Historia Universal de la Destrucción de Libros pada tahun 2004. Namun anotasi saya kali ini berdasarkan versi Bahasa Indonesia rilisan tahun 2017 yang diterjemahkan dengan apik sama kak Lita Soerjadinata dan diterbitkan oleh Marjin Kiri.

Karena begitu banyak hal yang saya catat dari buku ini, saya coba membaginya kedalam beberapa bagian. Ini bagian pertama.

***

Mendapatkan satu pertanyaan dari seorang pemuda Irak ketika melihat puing-puing reruntuhan pasca invasi Amerika “Mengapa manusia menghancurkan buku?”,membawa Baez menelusuri sejarah dan berbagai kisah tentang peradaban manusia. Berbagai kisah dalam bingkai budaya berbasis tulisan (literasi), dalam format yang paling langgeng: buku.

Baez menemukan, mitos-mitos apokaliptis merupakan salah satu faktor yang paling umum menjadi dasar manusia menghancurkan buku. “Ketika ada penciptaan, maka akan ada penghancuran.” — Manusia kerap kali menggunakan berbagai dalil apokaliptik untuk menjustifikasi aksi-aksi destruktif yang mereka lakukan

Banyak penghancuran buku yang dilakukan satu bangsa ke bangsa yang lain hanya karena hal-hal yang sejatinya ada dalam imajinasi.

Api juga dianggap Baez sebagai salah satu unsur terpenting penghancuran dalam kebudayaan manusia. Selain secara alamiah api mengembalikan satu objek ke wujud zat asalnya, detail visual api juga memiliki peran secara sosial untuk menunjukkan kuasa dan kengerian.

***

Kehadiran buku merupakan konsekuensi dari penemuan teknologi tulisan yang berperan penting dalam membentuk kebudayaan dan rearfimasi sosial. Buku dan perpustakaan-perpustakaan yang dihancurkan bukan sekadar korban sampingan dalam perang atau pertarungan budaya. Melainkan jadi salah satu sasaran utama.

Buku dan perpustakaan simbol budaya yang dapat menyatukan suatu bangsa. Karenanya, keduanya seringkali dihancurkan untuk menghapus tautan ingatan itu. Dengan menghancurkan mereka, maka segala rasionalitas yang ada di dalamnya juga diberangus sampai menjadi abu. Sehingga dengan penghancuran ini, fondasi historis suatu bangsa dapat dihilangkan dan ditiadakan sehingga dapat dikuasai.

***

Baez pun berpendapat bahwa sangkaan umum bahwa “buku dan perpustakaan dihancurkan oleh orang-orang yang kurang terpelajar”, dalam kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Penghancuran buku dan pemusnahan Perpustakaan seringkali dipimpin oleh seorang bibliocast yang totaliter, ekstrimis dan dogmatis. Mereka seringkali orang-orang yang berpendidikan dan berbudaya namun memiliki jiwa imperialis dan egois.

Baez juga mengutip apa yang disampaikan oleh Umberto Eco (seorang filsuf dan novelis Italia) tentang tiga jenis bibliosida; pertama bibliosida fundamentalis: penghancuran buku karena isinya. bibliosida kepentingan dengan tujuan memanfaatkan motif ekonomi buku sebagai sebuah objek; dan terakhir bibliosida karena pengabaian akibat hadirnya medium baru atau perubahan politik dan budaya.

***

Pada bagian berikutnya Baez pun membawa kita kepada kisah berbagai Perpustakaan pada zaman kuno. Menurutnya penghancuran buku dalam sejarah dimulai di Sumeria, tempat yang notabene dimana awal mula buku muncul untuk pertama kali. “Buku musnah secepat ia mengada”.

Satu hal yang menarik dalam temuan Baez, bahwa dalam kisah Yunani seorang filsuf yang paling terkenal; Plato pun seorang bibliocast. Seseorang yang menghancurkan buku. Baez membaca laporan-laporan yang ditulis oleh Laersus yang mengatakan bahwa Plato membakar buku-buku untuk mempertegas pemikirannya dan menganggap bahwa dengan hadirnya buku berpotensi ditelantarkannya kemapuan mengingat manusia.

***

Baez kemudian menceritakan secarah kisah perpustakaan terbesar di zaman kuno: Perpustakaan Alexandria dan segala paradoks di dalamnya. Perpustakaan Alexandria berdiri tidak jauh dari konstelasi politik, dan banyak kejadian aneh didalamnya.

Baez melihat beberapa hipotesa tentang mengapa Perpustakaan Alexandria dapat lenyap seperti ditelan bumi. Beberapa hipotesa yang ia temukan diantaranya: akibat serangan bangsa romawi, serangan pasukan Kristen, serangan pasukan Muslim, bencana alam bahkan bisa jadi ditelantarkan karena sibuk berperang.

Baez juga mencatat epos tentang Hypatia salah satu tokoh perempuan yang berpengaruh pada masa puncak Perpustakaan Alexandria. Menurutnya, mengetahui kisah Hypatia penting untuk memahami bangaimana Perpustakaan ini kemudian mengalami kemunduran.

***

Baez juga melihat ortodoksi Kristen pada masa awal juga banyak melenyapkan buku karena bidah. Sesuatu yang akan semakin banyak dibahas di bagian berikutnya dalam buku ini.

Pada akhir bagian pertama Baez tak luput membahas satu hal yang penting dan menyedihkan: bagaimana tulisan-tulisan dilupakan dan diabaikan. Ketiadaan minat terhadap buku karena doktrinasi telah menghapus sebagian koleksi-koleksi yang seharusnya bisa menjadi sumber sejarah. Kelakuan pustakawan juga sempat disorot Baez karena kecenderungan mereka untuk ‘menyingkirkan’ karya para penulis-penulis ‘kecil’. Pemaksaan bahasa Romawi terhadap bahasa Yunani juga berperan penting dalam penghancuran koleksi perpustakaan.

***

Demikianlah untuk bagian pertama, tunggu bagian berikutnya di #anotasiku ya.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Dwi C Prasetyo
Dwi C Prasetyo

Written by Dwi C Prasetyo

Full-time academic librarian, part-time lecturer. Library Director at Universitas Muhammadiyah Pontianak. Juventus and Italian football enthusiast.

No responses yet

Write a response